Pages

Monday, May 23, 2011

Bedul

Sisi lain TNAP mengurangi pemanasan global

Mangrove terbaik di Jawa ada disini. Cilacap? Kalah. Surabaya? Heh, apalagi! Terletak di sepanjang teluk Grajagan, wisata mangrove sunyi, alami, dan mewah dapat kamu nikmati. Hanya dengan tujuh ribu PERAK! kamu bisa mengarungi mangrove alami spektakuler dengan menggunakan gondanggandungWhat the heaven is that? gondanggandung adalah perahu wisata yang disediakan khusus untuk memuat dua puluh wisatawan menyeberang teluk mengelilingi mangrove. Many many gondanggandungs are available :)

bridge to go

Setelah menyeberang teluk, kamu akan berjumpa dengan banyak komunitas tanaman mangrove beserta kantor/posko Dinas Kehutanan sebagai ranger office-nya. Disini kamu bisa mengorek penjelasan lengkap tentang Bedul dan beberapa tetangganya. Jangan salah bos! ternyata Bedul bukan satu-satunya tempat yang layak dikunjungi di blok ini. Masih terdapat banyak tempat yang lebih menarik lagi disekitar Bedul. Semua akan dijelaskan secara gamblang oleh petugas Dinas Kehutanan. Kamu akan ditunjukkan beberapa peta yang menjelaskan lokasi-lokasi tersebut.


gondanggandung bukan "gondalgandul"


Puas dengan penjelasan Pak Polhut, selanjutnya kamu bisa menikmati deburan ombak khas pantai selatan dengan berjalan kaki menembus alas tak lebih dari 1 km. Hutan dan pantai ini masih masuk TNAP. Nah, kalau beruntung seperti aku, kamu akan berjumpa beberapa satwa mulai dari alas sampai masuk pantai, termasuk seekor merak yang dengan percaya diri memekarkan ekornya di sebelah ombak. It was my first experience during the whole my life, you know! hahaha..... (tapi belum sempet poto bareng. Si merak keburu capcus!!!)



maaf salah jepret! (petugas bedul mau nyelam)

Panjang teluk Grajagan 12 km. Blok Bedul memiliki panjang kurang lebih 8-9 km dengan lebar 200 m, 3 km sisanya adalah lokasi penangkaran dan penangkapan udang. Nilai plus dari Bedul adalah tersedia banyak tempat sampah yang membuatmu sulit untuk mengotori mangrove. Hampir tak ada sampah berkeliaran sekitar Bedul. Mulai dari tempat parkir, warung lesehan, sampai jembatan dermaga gondanggandung  tersedia tempat sampah. Selain itu, fasilitas pemandian juga disediakan. Jadi kamu tak perlu repot main-main air di sela-sela akar mangrove. Fasilitas pemandian cewek cowok berpagar bambu disediakan sebelum memasuki mangrove. Tak jauh dari pemandian dan tempat parkir terdapat hut dan warung-warung coklat dari kayu beratap kering-kering daun untuk berlesehan setelah menikmati Bedul.


"Indonation" food!

lesehan hut alias cozy corner, nearby mangrove 

Blok Bedul masih dalam kawasan TNAP, blok baru ini terletak di desa Sumberasri kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi selatan. Sebelum mencapai Bedul, kamu dimanjakan oleh jalan mulus melewati hamparan sawah kedelai, jeruk, dan semangka. Setelah itu kamu akan menerobos hutan jati seluas 135 ha cakupan petak 91 perhutani unit II Jawa Timur KPH Banyuwangi Selatan BKPH Curahjati

Mencapai Bedul
Searah dengan rute Gua Maria. Jalan super mulus. Sebelum Gua Maria butuh sedikit kesabaran. Namun Bedul menyambut baik semua jenis kendaraan pribadi. Tersedia pula sarana transportasi menuju kesana sesuai rute. Baik dari Banyuwangi kota ataupun Kalibaru bertemu di pertigaan Benculuk.

Bis dari arah Banyuwangi kota>>pertigaan Benculuk IDR 5.000, Kalibaru>>pertigaan Benculuk IDR 8.000. Benculuk>>Pasar Curahjati naik angkot IDR 10.000, pasar Curahjati>>Bedul ojek IDR 5.000. HTM: IDR 2.000 roda dua, IDR 3.000 roda empat. Wisata mangrove: IDR 7.000 lokal, IDR 20.000 asing.




Saturday, May 21, 2011

Letter for "Sri"

Andai Sri Bisa Bicara

Melayang di udara adalah impianku masa kecil. Terbang kesana kemari melintasi rumah-rumah, gunung dan sungai adalah cita-cita favoritku selain jadi dokter. Siapa yang tak ingin terbang. Rasanya semua anak kecil pernah memimpikan hal serupa. Begitu indah...

Kini aku mampu meraihnya, terbang diatas rel. Namun justru inilah yang membuatku merinding. Pertama kali melewati jembatan sepanjang 600 meter ini pori-pori kulitku mengerut. Rasa deg-deg ser membelah rasa takut. Berada di ketinggian berpuluh meter melintasi perkebunan di bawah sana, rumah-rumah yang hanya tampak atapnya yang kuno, serta jalan tak beraspal menghubungkan rumah-rumah itu adalah pemandangan indah yang hanya dapat aku nikmati sebulan sekali.




Perjalanan Banyuwangi-Surabaya sering aku tempuh bersama Sri. Entah sudah berapa ratus kali aku bersamanya, namun Sri adalah salah satu sahabatku yang tak pernah mengeluh. Dia selalu ikhlas mengangkut ratusan penumpang sekali jalan, baik penumpang biasa yang selalu on time dengan karcisnya, atau penumpang gadungan tanpa karcis yang biasa menyelip di kamar mandi saat petugas karcis lewat. Sri mengantarkan mereka mengadu nasib, menuntut ilmu, dan mata pencaharian lalu menjemput mereka kembali pulang saat waktunya tiba: tahun baru, mudik, libur panjang.

Entah hari libur atau hari kerja, Sri selalu ceria. Ramai dengan riangnya adik-adik kecil yang berdiri di pangkuan ibunya sambil menyaksikan gunung diluar, ramai dengan penumpang yang kakinya terinjak pedagang asongan, dan ramai oleh teriakan musisi cilik yang lebih memilih menghibur ketimbang masuk kelas mendengarkan cerita guru TK dan kawan-kawannya. Tak jarang, tampak pula ekspresi reuni teman lama. Sri mempertemukan mereka yang telah berpisah bertahun-tahun, mempertemukan jodoh, sanak keluarga, saudara, teman baru, atau tetangga yang kebetulan satu gerbong. Tak jarang mereka mudik dari stasiun yang sama dan baru bertemu di stasiun tujuan lalu terkejut setelah turun, kemudian salaman.


Baik penumpang langganan maupun anyaran, Sri berusaha adil dengan menempatkan formasi kanan tiga kiri dua. Namun yang sering terjadi justru kanan empat kiri tiga. Tak peduli berapa kali mereka bersama Sri, kursi-kursi itu tersedia bagi siapapun, tanpa pilih kasih. Berjas, oblongan, berkerudung, singlet, semua menikmati, kecuali yang kalah start mereka akan bertanya kepada beberapa penumpang, “turun stasiun mana Pak/Bu?”

Awalnya aku pikir adalah rel kereta yang mengular diatas tanah perkebunan, namun setelah menyadari jembatanlah yang dilaluinya, sungguh perjuangan berat bagi Sri. Saat lewat jembatan ini, Sri berusaha menjaga keseimbangan sementara penumpang berseliweran, mondar-mandir kursi-toilet, nongkrong disamping pintu, dan sibuk membuangi sampah dari jendela. Melewati jembatan ini yang tampak adalah hamparan luas membentang dibawah, sebuah lahan pegunungan hijau. Semakin ke selatan semakin kekar!

Ini adalah kawasan elok dengan rumah di cekungan hijau. Atap-atap coklat bekas lumut kering peninggalan Belanda menghias kontras. Di tengah kawasan inilah berdiri jembatan api, jembatan untuk dilewati kereta api.


Beberapa kilometer sebelumnya adalah terowongan menembus Kumitir, gunung batas Banyuwangi-Jember. Terowongan tua sepanjang 1 km itu bertuliskan 1901. Barangkali maksudnya adalah tahun pembuatan, atau mungkin penyelesaian. Memasuki terowongan ini Sri nuwun sewu kepada teman-teman lama, nama-nama pejuang yang belum sempat terukir dalam buku sejarah yang mati disepanjang terowongan ini pada masanya.


Apapun yang dilakukannya, kereta manula ini telah berusaha menghibur seluruh penumpang selama puluhan tahun. Dan akan terus menghibur hingga tutup usianya yang kesekian abad nanti...



Sunday, May 1, 2011

SEASON 1 Chapter 2

Previous post here

Hari kedua di Pekanbaru nyobain Metro Pekanbaru, mirip TransJakarta/TransJogja. Keliling kota Pekanbaru yang megah melewati perkantoran Sudirman, Citywalk, DBL, Museum, Vansquare, Hotel Pangeran, Konter Riau Airlines, The Premiere, Kantor Walikota, Kantor Gubernur, dan lain-lain (kota bertuah!), Mall Pekanbaru, UIR, Mall SKA. Future islamic Center. Ganti metro 2 kali, perjalanan berakhir di terminal Pekanbaru (PUASSS!)

Di dalam Metro Pekanbaru

Terminal bis Pekanbaru menyuguhkanku satu kenangan pahit. Di terminal ini aku kena tipu calo tiket bis jurusan Pekanbaru-Bukittinggi (kok bisa???). Ceritanya, sebenarnya aku diminta mas Hendra untuk turun loket aja, sebelum Mall SKA. Dari loket ini bis jurusan Bukittinggi berangkat. Tapi karena keasyikan naik Metro, aku bablas sampek terminal. Aku harus membayar IDR 55.000 untuk membeli dua lembar kertas bertuliskan “tiket”, itupun setelah proses tawar menawar yang ALOT dengan calo karena seharusnya IDR 40.000 saja (harga loket). Sedih rasanya aku dibilang mirip penjual lombok karena selalu menawar :( Ya sudahlah, ikhlas

Anehnya, lembar kedua yang seharusnya aku pegang dan aku tunjukkan nanti di dalam bis, malah diminta si tukang tipu. Dengan alasan yang macam2, aku berikan saja. Aku mulai mencium bau tak sedap, sesuatu tak beres akan terjadi...
19.00 Bis tak kunjung datang. Singkat cerita, kami cekcok, berantem, sampai bawa2 nama suku. Terminal Pekanbaru jadi rame gara2 kami berdua sampai akhirnya kami keluar terminal melanjutkan cekcok.
19.30 Datang sebuah bis kecil. Aku naik bis mini ini bersama si tukang tipu itu. Tiket masih dibawanya. Aku duduk dikursi belakang. Dia duduk dibelakangku, dikursi paling belakang bersama sang kernet.  Aku pikir dia sudah memberikan tiketku yang dibawanya pada kernet. Bis berhenti beberapa kali. Di pemberhentian ketiga dia turun. Bis melanjutkan perjalanan. Dia tak ikut naik. Aku mulai merasa aneh., ada kejanggalan. Ternyata benar, tak lama kemudian kernet meminta karcisku. ..(dalam hati: ASU!!!)
20.30 Terjadi keributan didalam bis. Tak peduli siapa yang kuhadapi. Hanya ada dua yang kutakuti diatas bumi ini, Voykovskaya Bratva, sebuah jaringan mafia Moskow , dan satu lagi, BONEK!! si bajul ijo (maaf, tak bermaksud mendramatisir dengan mensejajarkan BONEK dengan mafia Moskow).
Penumpang di sebelahku pindah tempat duduk karena ilfil...lalu menyaksikanku dari kejauhan. Kernet itu terus memaksaku membayar tiket IDR 30.000 dan berkali-kali mengancamku akan diturunkan dijalan! Sayang, aku tak punya bukti. Karcisku dibawa kabur maling!
Untunglah hujan tambah deras,  bis tak terlalu panas. Hatiku teredam. Sebagai orang baik yang beriman :) aku menutup mulut kernet bajingan itu dengan IDR 30.000. Eh! dia tetap tak terima dengan kelakuanku. Malah terus memanasiku. Ya sudah, darahku mengalir deras menembus ubun-ubun sampai akhirnya meledak, bla bla bla bla bla….tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit (sensor!@#$%^^&&*()(_+)
Semua pasang mata tertuju pada satu penumpang. Hujan semakin mengamuk. Ditambah sambaran petir menjawab dentuman jantungku!!!
03.30 Bukittinggi
Dua orang penumpang turun di terminal Aur Kuning. Aku, dan seorang bapak yang akan melanjutkan perjalanan ke Padang. Terminal Aur Kuning tak tampak bagai terminal, atau pasar, atau tempat nongkrong. Dia lebih mirip kawasan bekas penjajahan tak berpenghuni yang telah ditinggal beberapa ratus tahun. Atau karena aku baru sadar, ternyata hari ini memang masih subuh.
Di pertigaan tempat kami berdua turun, angin bukittinggi menyambutku. Sesuai dengan namanya, tempat ini terletak di bukit yang tidak rendah, dan angin pagi ini sumpah! membuat kandung kemihku serasa penuh.
Sambil menunggu travel ke Padang, bapak ini (aku lupa namanya) ngobrol sambil jongkok (berdiri jongkok berdiri  lagi jongkok lagi) denganku menahan dingin. Pengalamannya tak diragukan, dari ujung Sumatera sampai ujung Jawa, dia punya banyak keluarga di Jawa, lima tahun di Jawa membuatnya hafal pelat nomor kendaraan dari ujung Banten sampai pucuk Bali. Tak hanya itu, dia sangat istimewa, hafal nama semua bandara di Jawa (lima tahun di Jawa cuma buat ngukur jalan??? wawwww, istimewa sekaliiii…!!!).
04.00 Dia mengajakku marung di rombong, semacam lesehan (wah, gratisan lagi nih :D ). Kami melanjutkan obrolan seputar Jawa dan Sumatera, sejarahnya dan masa depannya…
04.30 Kenyang dengan semangkuk nasi goreng telur dan segelas (bukan secangkir) kopi. Kami berpisah seiring datangnya travel menuju Padang. Thx alot, n c u in Java, brother…

Aku berjalan berlawanan arah menuju masjid, tempat gratis buat istirahat sambil nunggu pagi tiba. Satu dua orang mulai tampak beraktivitas.
Setiba di masjid, ku rebahkan badanku. Oh, nikmatnyaaaaaa
05.10 subuh. Shalat jama’ah, melanjutkan tidur sebentar. Lalu diusir ketua takmir… :(


05.30 Jalan pagi, jogging  dari masjid melewati lapangan, Jl. Sudirman, Hotel Bagindo, Monumen Polwan, kompleks kantor pos, PLN, Telkom, Monumen Bung Hatta. Aktivitas ekonomi mulai tampak bergairah, para polisi mengurai jalanan, murid berseragam lalu-lalang, delman hias berseliweran. Jalan pagi kali ini berakhir di Jam Gadang.
Bukittinggi bagiku adalah “The Jogja of Sumatera”. Sama-sama kota wisata, kuliner, dan sentra budaya. Bedanya, Bukittinggi lebih dingin, lebih banyak bangunan adat, dan dokar dipermak  lebih cantik. Mereka menyebutnya Bendi, dokar khas Bukittinggi (Bendi...Bendi...guk! guk! guk!)





08.00 Jam Gadang

Sisa-sisa sunrise masih bisa kunikmati disini. Karena Jam Gadang terletak di kota atas dekat pasar. Orang menyebutnya pasar atas. Dibawah sana tampak kota Bukittinggi dan gunung yang elok disiram mentari.
Dibawah Jam Gadang tertulis sejarah, bangunan ini dirancang pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh sebagai hadiah dari ratu belanda kepada Rook Maker, Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dulu. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu berusia 6 tahun.
Menara jam ini mengalami beberapa kali perubahan bentuk pada bagian puncaknya.
Masa Hindia Belanda: puncak menara jam berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan.
Masa pendudukan Jepang: puncak menara jam berbentuk klenteng.
Masa kemerdekaan: Ornamen rumah adat Minangkabau.
Bangunan yang menghabiskan 3.000 Gulden semasa pembangunannya ini merupakan ikon sekaligus markah tanah Kota Bukittinggi. Jam Gadang juga ditetapkan sebagai titik nol Kota Bukittinggi. Renovasi terakhir  pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan Pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, dan diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke 262 pada tanggal 22 Desember.
Satu keunikan dari Jam Gadang ini adalah angka empat romawi pada angka jamnya bertuliskan "IIII", bukan “IV”
Sesuai appointment, pagi ini aku bertemu Ilham, teman chatting di forum traveler, yang bersedia meng-host aku (nginep gratis lagi deh…aseeeeeek!). Kenalan, lalu orientasi sambil jalan kaki ke kos Ilham menyusuri kampung cina. Dia mahasiswa yang sedang magang di salah satu hotel di kota Bukittinggi.
Satu hal unik yang kutemui dari bukittinggi adalah rumah adat sangat terjaga dengan apik. Hampir seluruh bangunan pemerintah, swasta, kantor, institusi pendidikan, rumah sakit, dll berbentuk rumah adat Minangkabau. Di Jawa, menurutku sedikit masyarakat yang peduli akan kelestarian bangunan adat. Bahkan bangunan pemerintah tak menampakkan adanya nuansa adat. Tak ada keunikan sama sekali. Di Banyuwangi misalnya, hampir tak ada, baik bangunan pemerintah, dinas, atau sekolah yang berciri khas rumah adat Using.
“Bukittinggi Kota Wisata” Sebuah papan besar terpampang di pusat kota. Tidaklah terlalu erotis slogan tersebut, tidak pula semata-semata sebagai penghias kota, karena masyarakatnya yang baru kuketahui ternyata sangat ramah-ramah. Bahkan mereka tak punya rasa gengsi sedikitpun untuk menggunakan Bendi sebagai sarana transportasi. Selain itu, banyaknya turis membuatku betah tinggal disini. Hehe…mcuah!
Sesampai dikos Ilham, aku istirahat sejenak, mandi, cuci baju, lalu menemui temen forum lain, Rahman, mahasiswa jurusan Bahasa Inggris di STAIN (kalu ngak salah). 


Hari pertama di Bukittinggi:
Silaturrahmi ke rumah kelahiran Bung Hatta, lalu ke warnet, pasar bawah dan pasar atas (mirip Malioboro hanya saja letaknya lebih miring) lalu ke Jam Gadang setelah mampir ke Tourism Office sebelumnya tuk minta peta wisata. Selanjutnya kami bertiga menuju lobang jepang. Ampun dalemnya minta ampun, panjang pula. Di dalamnya banyak perempatan dan terowongan berkelok2, serta beberapa ruang bekas markas bawah tanah. 


Bersebelahan dengan lobang jepang adalah Ngarai Sianok. WOW!!! “This is Grand Canyon of Indonesia”, menakjubkan! Diatas menara ini kami nikmati kemolekan gunung, ngarai, dan pemandangan bukittinggi yang “menggoda”.  TIPS: siap-siap bawa pisang. Kera disini ganas-ganas. Mereka bisa saja mencuri bekal yang kamu bawa, atau HP, apapun itu!
Adi dkk. disamping "Grand Canyon"


Menjelang sore kami bertiga pulang ke kos Ilham, ketemu Amri temen Ilham sekos. Jadilah kami berempat berlanjut ke kotogadang melewati pinggiran ngarai yang kuamati dari atas tadi. Kereeeeeeeeeeeeeeeeen!

Kotogadang (dari kiri: Adi, Rahman, Ilham, Rama)

Personil berganti. Rama datang (temen chatting juga), Amri pulang. Sore ini kami habiskan waktu di café bukit. Café terunik yang pernah kudatangi. Letaknya diatas sungai, ditengah hutan, diapit tebing. CANTIK. Sambil menyambut sunset kami bercerita banyak tentang segalanya, semuanya, apapun, sembarang, kadang tak kupahami karena kendala bahasa :(. Sebelum pulang ke kos Ilham, berempat ambil foto di tebing. Serasa mimpi…
Cafe tengah alas

Aku, Ilham, dan Rama menghabiskan malam di sekitar Jam Gadang. Menikmati Jam Gadang malam hari membawa suasana tersendiri. Jagung bakar menemani kami. Semakin malam, jumlah PKL memenuhi pelataran Jam Gadang. Mereka menggelar berbagai dagangan. Disampingnya Bendi berbaris.
Menu makan malam kami nasi bungkus. Kami melahapnya dibawah patung tugu di depan monumen bung hatta. Selanjutnya menyaksikan konser musik daerah Minang dan Tari Piring di dalam gedung pementasan tak jauh dari Jam Gadang. Tapi tari sedang libur, jadi kami menyaksikan gladi bersih dengan iringan instrumen khas sumatera barat, saluang dan talempong. Selanjutnya kami kembali keatas, lesehan dibawah Jam Gadang sampai larut malam. Mereka berkali-kali menggodaku untuk menikmati Danau Toba. Okelah, aku mengamini usul mereka. Terpaksa kurubah itinerary gara-gara diiming-imingi Danau Toba.

Puncak Lawang
Siang: cas kamera, tidur. Trip terakhir di Bukittinggi adalah puncak lawang. Sebuah puncak dimana aku bisa mengamati danau maha luas yang elok dibawah sana, danau Maninjau. Banyak alasan tuk mengatakan aku betah tinggal di bukittinggi. Salah satunya CANTIK.
Sore: Menuju loket diantar Ilham, sayonara…
Malam: Menuju Parapat


Danau Toba
Girang bukan main! (ye ye ye…jingkrak2, jungkir balik, gulung2!!!)
Pertama kali turun di Parapat, tempat dimana Danau Toba berada, yang kuingat adalah sebuah kelas kecil dengan papan tulis hitam dan batang putih kapur tulis serta sosok perempuan kerempeng bernama Tasmiatun, guru mata pelajaran IPS. Hahaha…tiga belas tahun sejak kelas 4 SD rasa penasaranku pada Danau Toba terbayar hari ini!!!
Perjalanan 12 jam Bukittinggi-Parapat membuat pantatku jebol! Aku jogging keliling Parapat dulu sampai menjelang siang, lalu jumatan di masjid sebelah Polsek Parapat, dan sarapan di warung kantor pos depan masjid. Disini aku bertemu 2 petugas hotel Inna Parapat, ngobrol dengan mereka sampai akhirnya dapat tumpangan mobil gratis ke Tigaraja, pelabuhan penyeberangan ke Tomok, pulau samosir.

The Tiny Wonderland!

14.00 menyeberang ke samosir (IDR 7.000).
Tak percaya rasanya bisa berada di pulau samosir, The tiny wonderland... 
Pulau samosir lumayan luas. Kompleks wisata samosir disulap mirip Bali dengan bangunan hotel rumah adat Minang. Sebuah perkawinan Bali Minang. TIPS: Jangan lupa jalan-jalan keliling samosir . Tersedia banyak penyewaan sepeda onthel dan sepeda motor hampir disemua hotel. Jangan lupa pula booking hotel sebelumnya, otherwise bakalan penuh semua terutama weekdays. Percaya deh, aku udah book kamar termurah kelas backpacker di Carolina hotel, Oh, maaf It’s already full, mas… tapi jangan khawatir. Banyak hotel murah tercecer sepanjang samosir. Aku menginap di hotel tak jauh dari Carolina. Kena harga IDR 50.000. Asiknya, kamarku adalah rumah adat Minang dengan atap menjulang tinggi di dua sisinya. Aku harus naik tangga dari luar dan pintu kamarku tak lebih besar dari ukuran jendela. Serasa jadi orang Minang.
Pose di pintu kamar

Esoknya berjemur di danau belakang hotel, menikmati orang2 mancing, berenang, dan cewek2 bercengkerama (:p), lalu packing, nyegat perahu kembali ke Parapat dan naik bis ke Medan. Bye bye Toba…
Dari dalam bis tampak danau toba dan samosir yang kusinggahi tadi malam. Berat hati berpisah denganmu samosir, namun apa daya aku hanya manusia biasa yang *halah pret…..!
Banyak monyet nongkrong pinggir jalan. Meninggalkan Danau Toba berarti melewati hutan, lalu masuk Pematangsiantar dan Tebingtinggi. Berasa ada di setting Siti Nurbaya akhirnya sampailah ke terminal Medan. 


Medan
Panasnya Ibukota Sumatera Utara ini bersaing dengan Surabaya. Segera kucari Indomaret tuk meneguk sebotol Pocari Sweat. Wah, lama tak berjumpa dengan Indomaret, jadi kangen. Maklum, di Bukittinggi orang ngak tahu apa itu Indomaret!

Menjelang sore, aku berjalan menjauhi terminal menuju masjid sekedar menunaikan kewajiban. Lalu naik angkot menuju Merdeka Walk, tempat dimana aku akan menemui Zuo, temen chat di forum traveler juga (dan akan nginep gratis lagi). Merdeka Walk lumayan menarik, nyaman, bersih, dan keren! Dikelilingi campuran bangunan tua unik dan modern serta lapangan Merdeka, menjadikan Merdeka Walk tempat nongkrong paling asik. Foodcourt lengkap, dan akses ke tempat-tempat lain juga tak terlalu jauh. 

Zuo & Selin @ Merdeka

Kenalan, orientasi, dan makan (gratis) bareng bang Zuo dan Selin, temen bisnis Zuo. They are Indochinese, atau apalah menyebutnya aku ngak ngerti. Tapi yang jelas chinese medan speak chinese, mereka menyebutnya hokkien kalu ngak salah. Kami bertiga ngobrol seputar Chinese, Medan, dan Banyuawangi (santet lagi, santet lagi).

Kuhabiskan sore ini bersama sunrise dengan keliling daerah Merdeka, lalu tak lupa menyempatkan diri mengunjungi istana Maimun, perpustakaan tak jauh di depannya dan kompleks Mesjid Raya, tempat nongkrong para backpacker karena terdapat taman luas dan belasan hotel murah sekelas backpacker. Tapi aku ngak tinggal disini. Aku nginap di rumah bang Zuo. Dari istana Maimun, Masjid, dan rumah bang Zuo menghabiskan waktu sejam naik Honda Jazz. Pertama kali backpacker traveling pake Jazz. Ehehe… 
Rumahnya bagus, ruang tamunya nyaman, kursi empuk, TV flat lebar, dapurnya lengkap, kulkas, kompor, dll. Kamarmandi air hangat juga ada. Kamar tidurku juga empuk dilengkapi AC. Sama dengan fasilitas hotel, bedanya, yang ini GRATIS. 

 Ini namanya Machine Pedicab

Esoknya, pukul 05.00 aku harus nyegat becak mesin untuk mengantarku menuju polonia. Jadwal pesawatku jam 07.00. Perjalanan 20 menit naik becak mesin lumayan cukup sebagai pengalaman tuk menambah rasa percaya diri:
“Eh, aku pernah naik becak mesin lohhhh?”
“Kapan? Dimana? Berapa lama?”
“Kemarin di Medan, 5 menit,”
Coba bandingkan dengan:
“Eh, aku pernah naik becak mesin lohhhh?”
“Kapan? Dimana? Berapa lama?”
“Kemarin di Medan, hampir setengah jam!” Kesannya pasti beda :):)

07.00 Terbang…..
Sejam kemudian

08.00 Jakarta
Tak ada yang istimewa di Ibukota. Hanya tempat transit menuju stasiun Jakarta Kota untuk ganti kereta GBMS (Gaya Baru Malam Selatan) menuju Surabaya tak lebih dari IDR 35.000. Lumayan hemat dan sedikit menyenangkan (dibilang menjengkelkan takut dimarahi PT.KAI). Berangkat jam tiga sore, sampai Gubeng fajar.

Surabaya
Rasa rinduku pada kecoak2 kamar kos sirna sudah. Kini ku dapat bercengkerama lagi dengan mereka. :p

Esoknya, Banyuwangi
Eh, ketemu lagi dengan Sritanjung. Apa kabar? Setengah bulan yang lalu aku menunggangimu, hitchhike, maaf ya. Tapi sekarang aku akan bayar…:D

Terimakasih banyak, untuk semua kawan2 setia dalam perjalanan:
Bryan di Surabaya, temen kos. Ojok kakehan ngorok…aku gak iso turu lek awkmu ngorok!
Mas Agus di Semarang, kapan2 kalu aku ke mangkang lagi, ngojek gratis ya? Haha
Ali, Noni, Aziz, dkk. di Mangkang. Ayo kapan2 ke rumah Mamak, bantu bikin kue mangrove (jangan cuma bantu ngabisin aja!)
Winda, Ibnu, Ali, Tino, dkk di APMD Jogja. Maaf kmaren g smpet join penghijauan, kalu ada acra lgi kbar2 yak..?
Gayuh di Jogja, roketmu wes meluncur opo durung???
Arin, kathok, dkk. Ojo kakehan nyruput kopi areng. Engko mundak ireng awakmu….
Koko dan Dimas, habis dari singapur kmana lagi nih??ke prancis yuk?atau moskow?atau ethiopia (lho?!)
Mas Jarot, A’an, Arfa, Iryan, Andi 1 & 2, Joko, kapan dolan neng Banyuwangi?nginep nggenaku gratis. Hoho...
Angger di Bengkulu. Thx a lot, you save my life:)
Riski, Hendra, Abdi, Edi di Pekanbaru. Eh, kapan2 temeni aku naik Metro ya??biar ngak nyasar lagi. Hehe...
Ilham, Rahman, Rama, Amri di Bukittinggi. Jalan2 lagi yuk ke Kotogadang&café bukit. Tapi kalian harus kesini dulu jemput aku (waduhhh)
Irwansyah Zuo & Selin di Medan. I have GREAT time in Medan….

Iam happy to be with you and be part of your life story…thanks guys, CK!



Oh ya, buat yang mau long trip, nih ada bekal. Moga bermanpaat :
Niat
Modal awal yang harus dimiliki. Tidak mantabnya niat menyebabkan gagalnya perjalanan

Nekat
Kadang hal yang satu ini mampu mengubah segalanya dengan tiba-tiba. saat-saat tertentu dibutuhkan nyali kuat untuk menghilangkan rasa takut. nekat adalah jawabannya (wihhh, pak yai ndalil..)

Antimo
Buat yang suka mencret dalam kendaraan (kliru booooooooooooss, mabok!). Oh ya maap, mabok maksudnya. Tapi mabok berat kan bisa berakibat mencret :(

Pede
Lawan kata pesimis dan malu. Percaya pada diri sendiri lebih baik ketimbang percaya pada kemampuan presiden sekalipun! Jangan asal ngikut orang dengan alasan banyak yang berjalan di jalur A, tapi ikutilah jalur B dimana tujuanmu ada disitu. Satu hal kecil misalnya: memilih jalur kereta. Ketika belum sampai di stasiun tujuan tapi kebanyakan orang turun di satu stasiun, pasti kita bingung. ya kan? atau di bandara yang seharusnya kamu menuju terminal II yang sepi tapi semua orang di depanmu menuju terminal satu. Pasti jadi bimbang, padahal mereka adalah satu grup wisata dari desa Sukamaju yang berbondong-bondong menuju toilet dan nyasar ke terminal I. Kamu mau ikutan nyasarrrrrrrrrrrr???

Sombong
Beda tipis ama pede. Kadang sombong dibutuhkan saat kita menghadapi adanya hal merugikan akan terjadi pada diri kita. Misal: saat kita berhadapan dengan seseorang ternyata dia tukang tipu. gunakan sombong secara intelek!

Reference
Minimal kamu sudah punya gambaran tempat yang akan kamu kunjungi, misalnya lewat internet, milis, cerita dari teman, dan lain-lain. Itu akan sangat membantu. Gali info 5W+1H. Biasanya, temen2 yang traveling cari info di sini nih: indobackpacker, backpackerindonesia, atau couchsurfing. Ketiganya adalah situs untuk komunitas backpacker dan traveler. Mereka biasa share pengalaman traveling disini, dan juga cari partner sekalian cari tempat nginep atau host (biar ngak dikira gembel!) di milis masing-masing. Kalo aku, hehehe...join ketiga-tiganya

Map
Biar kamu ngak buta. bila perlu, sertai kompas!


Botol kosong
Air putih (orang jawa menyebutnya air mineral) mahal den! Apalagi di singapur. Sebotol aqua sedang aja sepuluh ribu lebih! lebih baik aden sedia botol kosong sebelum berangkat dan diisi air kran disetiap penjuru singapur (hotel, taman, bandara, dll)

Duit
Ya iyalaaaah! mau bayar pake kerikil?!!!