Previous post here
Bersambung…
NEXT: SEASON 5 Chapter 3
Suatu sore di tepi perempatan tak jauh dari Pham Ngu Lao, saya tertarik mencoba nasi tiwul si mbok. Seorang perempuan berambut putih duduk dibawah rombong tiwul mirip arsitektur dawet ayu, Mak onah namanya. Disebelahnya bendera palu clurit merona berkibar. Setiap sore di tempat ini mak onah menjajakan bermacam snack Saigon: cenil, kue lapis, ketan, dan tape manis. Kebetulan seorang perempuan yang sedang makan snack Mak Onah berniat baik mengajakku berbicara walau ia tak bisa bercakap bahasa inggris. Dengan bahasa tubuhnya, saya paham dia memberi kode agar saya mengambil tas saya yang terparkir di depan toko tak jauh dari posisi saya duduk di depan Mak Onah dan membawanya bersama saya. Oh, rupanya ketiga lelaki yang sedang mengelilingi kami berdua dan Mak Onah adalah preman Saigon.
......
Malam terakhir di Saigon, saya
sekamar di dorm sama mas dikky, turis indo bari Bandung, penghuni baru bui ini,
ahaha. Kirain bule Cambodia, abis wajahnya mirip orang khmer.
Pagi2 saya putari kota seharian
bersamanya. Sewa motor 5 usd. Capcus to
somewhere out of Saigon. Btw, dimana-mana, blog yang nyritain tentang Vietnam pasti
nyinggung soal transportasi. Ya, di hari pertama kedatangan saya di Saigon
kemarin, udah 2 kali pundak saya diseruduk ama sepeda motor. Belum ada 5 menit, eh,
giliran taksi yang nabrak motor di perempatan depan. Ckckck…Astaghfirullah. Itu baru
kasus transportasi, belum kasus brandal yang berkeliaran disana sini. Mbak mbak
dari Jakarta yang saya jumpai di penginapan harus berlinang airmata gara2
tasnya dijambret! Busyet dah. Ya, akhirnya paspor, dompet, duwit, KTP, SIM, dan
foto pacarnya ilang
Coba deh amati perilaku penghuni
restoran. Waktu itu, saya makan di restoran muslim Pakistan. Waitressnya punya
tugas ganda: melayani dan mengawasi. Tau sendiri lah ya, wajah2 wong pakistan,
india, srilanka, dkk yang serem2 itu. Selain kulit hitamnya yang memesona, mata
kekar dan badan yg lebar berdiri tegap di belakang meja. Seorang pedagang
asongan tiba2 masuk, menawarkan ini itu dan sebagainya. Saya dan mas Dikky asik
memilih korek api. Niatnya emang cuma cuci mata, gak ada niat beli. Dari tadi
mas asongan ini nyosor terus nawarin barangnya, sebagai orang jawa kan kita jadi
sungkan tho ya. Akhirnya kami menolak dengan sangat halus (setelah hampir 15
menit). Untung ada mas waitress gagah yang jaga, kalo nggak, sumpeh deh, muka kita
bedua udah bonyok dihajar mas asongan!
Setelah mas asongan yang tidak diketahui
namanya itu lenyap, dua orang cewek Vietnam yang sedang makan disebelah kami, Maya & Begh, menyapa kmi.
Mereka bercerita banyak tentang bengisnya para pedagang asongan disini. Kalo
kita emang gak niat beli mending tolak, bilang “NO” dengan tegas dari awal
sampai dia pergi, tanpa perlu melihat2 barang. Otherwise, mereka akan
menghadiahkan sebuah tato manis dimuka kita
Tendency. Ya, pada umumnya mereka
seperti itu. Jangan khawatir, gusti Allah menciptakan dunia ini amat cantik dengan banyak orang2 baik, orang yang selalu mengisi blog dengan catatan informatif seputar traveling yang menarik dan serbaguna. Jadi, tak semua pedagang asongan Saigon bermain kasar
Tips ringan ini semoga
bermanfaat: hati2 berjalan kaki, jaga barang bawaan, keep away from stranger.
NEXT: SEASON 5 Chapter 3