Pages

Saturday, January 26, 2013

SEASON 5 Chapter 4 (On a Hammock)


Previous post here 

Atmosfer malam ibukota Cambodia ini persis seperti yang kubayangkan, tak semacet ibukota negaraku. Maklum, populasinya tak lebih dari separo Jakarta. Sayup-sayup klakson tak sekeras di MH Thamrin. Hanya lifestyle pemuda pemudi yang mirip. Boncengan rangkul2an naik motor sambil kebut2an. Nongkrong bawah jembatan, depan mall, dan sepanjang trotoar.

Sesuai janji pak travel, bis Kumho tiba di Phnom Penh pukul sembilan tet! Sesuai janji mister Damian juga, dia akan menjemputku disini. Aku turun dan berpisah dengan mister Jim (American), Marry (Singaporean), dan Shuo (Japanese) yang ku temui di restoran saat bis rehat tadi sore. Tak sampai 5 menit, seorang pemuda bule datang memarkir sepeda BMX-nya dan duduk di depan booth Kumho. Aku hampiri dan kusapa lebih dulu. Persis seperti profilnya, mister Damian memang sumeh. Senyumnya lebar membalas sapaanku. Setelah kenalan, segera kami meluncur menuju rumah kosnya yang berjarak sekitar 15 menit jalan kaki dari sini.


Kami berjalan sambil berkenalan lebih jauh. Sudah hampir 2 tahun dia meninggalkan negara asalnya, meksiko, untuk belajar dan mengajar bahasa disini. Tak dapat kubantah, otak kirinya memang canggih. Belasan bahasa dia kuasai, termasuk Korean, Chinese, dan Indonesian. Ya, yang pertama dia katakan adalah “itu wanita cantik” dan mengajarkan padaku “khnyom ckmoh Adi” (namaku Adi). Dia hampir bisa bertegur sapa pada siapapun orang asing yang dia temui. Ckckckck….!  *;) mengerlingkan mata  *;) mengerlingkan mata


Di jalan kami berjumpa orang Indonesia di sebuah warung. Kaget juga, walaupun bukan negara tujuan TKI, tapi banyak WNI yang bermukim disini. Yah, ujung2nya dapet traktiran es jus dan tempe penyet deh, ahaha. Mau nyobain telur bayi (telur bebek yg sudah berisi bayi) nggak mau, takut kesedak (mau bilang jijik malu, takut digampar… :p )

Hampir sejam kami habiskan ngobrol dengan mereka. Pukul 10 lebih kami sampai di tempat Damian. Well, segera kuluruskan pinggangku diatas hammock. Hhhhhhhhhhhhhhh, nikmatnya.

Next day, in the morning:



























 

 

Wednesday, January 23, 2013

Mondok di Negara Santri

Terbang pagi seringkali membuat travelers uring2an. Flashpacker lebih memilih menginap di hotel bandara ketimbang harus mruput pagi pagi buta ke bandara karena pilihan antara berangkat subuh atau bermalam di bandara sangatlah dilematis. Waktu yang singkat dan kekhawatiran macet di jalan adalah dua alasan utama mereka. Namun bagiku, bandara adalah tempat umum paling nyaman untuk menginap. Jadi aku lebih memilih bermalam di bandara untuk menunggu jadwal flight pagi hari.

Ngomongin penerbangan pagi, beberapa waktu lalu aku jadi salah satu "korban" keberangkatan pagi saat mengikuti safari santri ke negara tetangga :p
Berikut catatan Adi Mutohar yang baru pulang dari sana




Pada suatu malam, di depan departure hall


Tunggu flight, maunya ol sampay subuh


Sempat tertelap tengah malam


I'm one of them (victims)


Akhirnya onboard


Mengangkasa *saat pesawat lain msh terlelap,


Welcome akhi.... *pakai maskapai tetangga? bangga???


I've just landed

Telpon dulu, mumpung gratis!


Pake trolley? siapa takut!!! *capek bawa backpack


Mejeng dikit boleh lah, mumpung gratis




Pondok pesantren gue nih.... *ponpes Al-Singapur


Jalan-jalan dulu, driving around sin


Driving around sin
Driving around sin


Ponpes Al-Singapur malam hari

Monday, January 7, 2013

SEASON 4 Chapter 8 (Hello, George!)

Previous post here


Georgetown diyakini sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO. Mengelilingi georgetown serasa masuk mesin waktu sekaligus mesin budaya. Didalamnya kita diajak merasakan awal terciptanya sebuah kemajemukan Penang. Sejarah dan pertemuan antaretnis besar di Asia telah mewarnai penang menjadi kota yang penting dan berkambang pesat di Malaysia. Museum, art gallery, dan sejumlah bangunan memperlihatkan hal itu. Kekokohan budaya turut mewarnai Penang menjadi pelangi wisata yang disorot banyak turis terutama di Asia. Beragam gelaran dan festival budaya tahunan terus ditata dengan apik, berbagai cara dan promosi dilakukan untuk menggenjot jumlah wisatawan di Penang.


Saya berkesempatan mengunjungi Penang selama 2 hari. Tinggal di lebuh Chulia dan mengelilingi jalanan sekitar di sore dan malam hari adalah cara yang tepat untuk menghabiskan waktu dan menikmati indah geliat paduan klasik kontemporer Georgetown. Melihat Penang yang tumbuh pesat setiap tahunnya pastilah menarik jika sering singgah kesini sekedar beberapa saat. Ya, bertandang kesini rasanya seperti bertemu saudara lama. Balutan budaya melayu seakan mengakrabkan suasana kekeluargaan. Memang tak banyak tempat yang sempat saya kunjungi kali ini namun suatu saat saya pasti akan kembali lagi ke Penang, entah dengan cara apa.