Pada dasarnya semua orang butuh
bekerja, apapun bentuknya. Tak ada yang tidak. Semakmur apapun, bekerja selalu
jadi bagian hidup, termasuk yang cacat sekalipun. Tapi kalau hidup ini hanya
diisi dengan kerja kerja dan kerja, duwit duwit dan duwit pasti hidup akan
macet. Masak sejak lahir ceprot manusia sudah dibebani dengan kerja, kasihan
sekali, bukan??? Sebagai jeda, manusia butuh kesegaran alias refreshing untuk
kembalikan mood, menyegarkan jiwa dan pikiran sehingga ion ion di dalam tubuh
akan seimbang *ah,mosok???. Salah satu cara yang paling banyak dilakukan untuk
menyegarkan adalah traveling. Iya, benar.traveling jawabnya.
Siapa sih yang gak doyan liburan,
jalan-jalan, traveling? Angkat tangan! Siapa yang nggak suka diajak jalan jalan
ke pantai? hayoooo, kalau melihat indahnya alam yang rupawan, rangkaian
gunung-gunung, menyelami kemolekan bawah laut, atau menyusuri saksi sejarah
peradaban? Pasti semua suka sedapnya. Apalagi bukan jalan-jalan biasa melainkan
luar negeri luar biasa. Ditambah lagi teravelingnya sambil bekerja bagaimana?
Atau bekerja sambil berlibur? Du sedapnya. Boleh? Boleh. Bisa? Bisa dong. Emang
bisa? Kalau tidak ngapain saya capek panjang lebar menulis blog ini. So, this
is the point! WHV. Jangan salah baca. Bukan HIV, WHO, apalagi H2O.
WHV menjadi salah satu jembatan
saya untuk bekerja, sekaligus berlibur di luar negeri. Kok bisa? Ya. Namanya
juga WHV. Singakatan Work and Holiday Visa. W itu singkatannya Work artinya
bekerja, H singkatannya Holiday artinya hari holi hari bersenang senang alias
cangkrukan. Jadi bisa kerja sambil cangkrukan di luar negeri. Loh? Apa ndak
dimarai sama majikan, tho ? Wes, mdasku mumet, pikiren dewe.
Work and Holiday Visa. Visa jenis
ini bisa kita pakai untuk bekerja dan berlibur di sebuah negara. Setahu saya
saat ini negara yang mengeluarkan visa jenis ini untuk Indonesia adalah
tetangga kita, Timor Leste, ups, haha bukan! Irlandia, kejauhan kaleeee! Australia,
yuuuuuus. Baiklah. Saya akan cerita sedikit demi sedikit disini. Simak baik
baik ya, langsung saja... Eng ing eeeeeng!
Once upon a time in Banyuwangi
Pertengahan 2012 adalah masa yang
sakral bagi saya. Di periode ini saya kenal seorang kawan Palembang dari
sosmed. Setelah kami bertemu dan berkenalan di sebuah terminal bis di kota
gandrung ini (sebutlah terminal Jajag namanya) kami sharing tentang dunia kami,
dunia khayalllll. Kami sharing tentang traveling, jalan-jalan, kata orang malay
makan angin. Asal jangan makan kentut, jorok.
Semua orang selalu menganalogikan
traveling dengan alam, tempat, transportasi, wisata, peta, budaya, kuliner,
kawan, cerita, nyasar, kejutan, fotografi, situs, apalagi? Kesambar petir
(Naudzubillahimindzalik! jangan ya). Banyak deh pokoknya!!! Memang menarik
mendefinisikan bersama kata “traveling” ini, karena terdengar begitu
menggelitik, imut, dan seksi. Jelas saja, begitu orang membayangkan “traveling”
ilustrasinya akan sangat nyata dalam alam bawah sadar mereka sebuah konotasi
positip akan ketentraman, rasa senang dan bahagia. Orang disekitar anda akan gembira
mendengar anda berucap “traveling”. Coba ucapkan ke teman anda, “aku mau
traveling ke kutub utara nich!” mereka akan langsung shock. Atau “mau ikut
traveling kerumah aku nggak?” pasti mereka bingung. Haha... Jadi jika ingin
bahagia jangan hanya berucap, tapi lakukanlah traveling sesering mungkin.
Next: WHV 1 (Berjuang di Ibukota)
Next: WHV 1 (Berjuang di Ibukota)