Previous post here
Memang
benar, setelah usia 25 waktu terasa seperti berlari. Ini yang saya alami. Umur
25 berjalan dengan cepat. Rambut keritingku sudah mulai krewul dan pigmen
pembalut kulit semakin menghitam. Waktu setahun di Australia rasanya tak
kumanfaatkan dengan sebaik mungkin.
Mengingat
kembali masa-masa di Australia yang indah sungguh manis dan tak kan terlupa.
Satu-satunya saksi bisu yang tak bisa menghapus pengalaman indah ini adalah
waktu. Setiap bingkai sudut dan jengkal kota tertanam jelas dalam ingatan.
Kawan-kawan seperjuangan, gedung bertingkat, rumah sakit, stasiun, salju,
angin, laut, gunung, semua adalah pelangi WHV. Rasa kedekatan dengan Australia
semakin bertambah. Ingin rasanya suatu saat kembali kesini bernostalgia kembali
entah dengan jalan apa.
Pengalaman
bekerja dan pengetahuan tentang komunikasi, budaya, sedikit hubungan
internasional dan bisnis rupanya berhasil menarik minat saya untuk kembali
kesini suatu saat nanti. Ratusan kilometer Indonesia-Australia bukanlah jarak
yang pendek, namun bukan berarti tidak mungkin. Perasaan lah yang telah telah
membangun jauh dan pendek yang sebenarnya, bukan jarak. Ingin rasanya kelak
membangun hubungan bisnis dengan negara ini. Banyuwangi yang strategis dan potensial
sangat mungkin memiliki hubungan dekat dengan Australia. Pariwisata, pertanian,
pertambangan, transportasi, apapun itu.
Konflik
dan hubungan politik yang memanas bukanlah halangan untuk membangun sebuah
keharmonisan. Semua pernah mengalami konflik, mulai rumah tangga, desa, ras,
daerah, apalagi negara. Seiring dengan munculnya konflik bilateral, kedua belah
pihak terus belajar memahami satu sama lain dan bagaimana mempertahankan
hubungan, itulah seni. Karena sejatinya konflik lah yang membangun hubungan.
Terimakasih banyak untuk Australia, Indonesia, dan teman-teman telah memberikan
saya banyak pengalaman berharga. Entah berupa apa, suatu saat nanti saya akan
kembali.