Sunday, June 30, 2013

WHV (What the Hey?)


Pada dasarnya semua orang butuh bekerja, apapun bentuknya. Tak ada yang tidak. Semakmur apapun, bekerja selalu jadi bagian hidup, termasuk yang cacat sekalipun. Tapi kalau hidup ini hanya diisi dengan kerja kerja dan kerja, duwit duwit dan duwit pasti hidup akan macet. Masak sejak lahir ceprot manusia sudah dibebani dengan kerja, kasihan sekali, bukan??? Sebagai jeda, manusia butuh kesegaran alias refreshing untuk kembalikan mood, menyegarkan jiwa dan pikiran sehingga ion ion di dalam tubuh akan seimbang *ah,mosok???. Salah satu cara yang paling banyak dilakukan untuk menyegarkan adalah traveling. Iya, benar.traveling jawabnya.

Siapa sih yang gak doyan liburan, jalan-jalan, traveling? Angkat tangan! Siapa yang nggak suka diajak jalan jalan ke pantai? hayoooo, kalau melihat indahnya alam yang rupawan, rangkaian gunung-gunung, menyelami kemolekan bawah laut, atau menyusuri saksi sejarah peradaban? Pasti semua suka sedapnya. Apalagi bukan jalan-jalan biasa melainkan luar negeri luar biasa. Ditambah lagi teravelingnya sambil bekerja bagaimana? Atau bekerja sambil berlibur? Du sedapnya. Boleh? Boleh. Bisa? Bisa dong. Emang bisa? Kalau tidak ngapain saya capek panjang lebar menulis blog ini. So, this is the point! WHV. Jangan salah baca. Bukan HIV, WHO, apalagi H2O.

WHV menjadi salah satu jembatan saya untuk bekerja, sekaligus berlibur di luar negeri. Kok bisa? Ya. Namanya juga WHV. Singakatan Work and Holiday Visa. W itu singkatannya Work artinya bekerja, H singkatannya Holiday artinya hari holi hari bersenang senang alias cangkrukan. Jadi bisa kerja sambil cangkrukan di luar negeri. Loh? Apa ndak dimarai sama majikan, tho ? Wes, mdasku mumet, pikiren dewe.

Work and Holiday Visa. Visa jenis ini bisa kita pakai untuk bekerja dan berlibur di sebuah negara. Setahu saya saat ini negara yang mengeluarkan visa jenis ini untuk Indonesia adalah tetangga kita, Timor Leste, ups, haha bukan! Irlandia, kejauhan kaleeee! Australia, yuuuuuus. Baiklah. Saya akan cerita sedikit demi sedikit disini. Simak baik baik ya, langsung saja... Eng ing eeeeeng!

Once upon a time in Banyuwangi

Pertengahan 2012 adalah masa yang sakral bagi saya. Di periode ini saya kenal seorang kawan Palembang dari sosmed. Setelah kami bertemu dan berkenalan di sebuah terminal bis di kota gandrung ini (sebutlah terminal Jajag namanya) kami sharing tentang dunia kami, dunia khayalllll. Kami sharing tentang traveling, jalan-jalan, kata orang malay makan angin. Asal jangan makan kentut, jorok.


Semua orang selalu menganalogikan traveling dengan alam, tempat, transportasi, wisata, peta, budaya, kuliner, kawan, cerita, nyasar, kejutan, fotografi, situs, apalagi? Kesambar petir (Naudzubillahimindzalik! jangan ya). Banyak deh pokoknya!!! Memang menarik mendefinisikan bersama kata “traveling” ini, karena terdengar begitu menggelitik, imut, dan seksi. Jelas saja, begitu orang membayangkan “traveling” ilustrasinya akan sangat nyata dalam alam bawah sadar mereka sebuah konotasi positip akan ketentraman, rasa senang dan bahagia. Orang disekitar anda akan gembira mendengar anda berucap “traveling”. Coba ucapkan ke teman anda, “aku mau traveling ke kutub utara nich!” mereka akan langsung shock. Atau “mau ikut traveling kerumah aku nggak?” pasti mereka bingung. Haha... Jadi jika ingin bahagia jangan hanya berucap, tapi lakukanlah traveling sesering mungkin.

Next: WHV 1 (Berjuang di Ibukota)