Tuesday, February 22, 2011

Peninggalan

Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan


Banyuwangi dalam catatan sejarah lebih dikenal dengan nama Blambangan/Belambangan. Dia menyimpan banyak mistis. Baik tentang sejarah, babad, maupun cerita-cerita yang dari mulut ke mulut terus berkembang bahkan menarik untuk dikaji dan diteliti baik dari sisi sejarah, budaya, maupun sosialnya.

Blambangan dibalik keindahan dan kesuburannya ternyata memiliki banyak sekali situs-situs purbakala yang seakan terabaikan dari perhatian masyarakat Banyuwangi sendiri. Ada beberapa situs purbakala yang mungkin kurang mendapat perhatian dari Pemkab Banyuwangi salah satunya adalah istana macan putih. Inilah jejak kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan. Terletak sekitar 12 km barat daya Banyuwangi kota, kejayaan Blambangan pada XIII hingga abad XVIII nyaris luput dari sejarah nasional. Sepanjang mengenyam pendidikan sekolah tak kujumpai pembahasan khusus kerajaan Blambangan dalam buku mata pelajaran sejarah. Yang ada adalah Majapahit dan kawan-kawan yang selalu diulang-ulang dari jilid IV SD sampai menjelang khatam SMA. Bahkan murid sampai hafal apa yang dilakukan raja-raja itu ketika berburu di hutan, refreshing, dan melamun. Ck ck ck...(sambil leng-geleng kepala)

Kerajaan Blambangan malah populer sebagai legenda dan mitos. Damarwulan dan Minakjinggo hanyalah sebagai “cerita rakyat“ yang agak terkenal.
Bangunan bersejarah banyak yang mulai sulit diselamatkan. Seperti situs dan beberapa peninggalan bekas candi. Hampir seluruhnya tidak terawat dengan baik, termasuk peninggalan Kerajaan Macan Putih, di desa Macan Putih, kecamatan Kabat, dimana dulu dijadikan sebagai pusat Kerajaan Blambangan. Kini, sulit mencari sisa-sisa kerajaan Blambangan di masa Prabu Tawang Alun II itu *kasihan*. :(

Masyarakat sekitar banyak yang menjarah puing-puing kekayaan bekas situs Macan Putih. Mereka juga menumbuk batu bata menjadi pengganti semen yang kemudian dijual dengan harga IDR 100 ribu per biji batu bata itu *how creative they are… *.

Jumlah bangunan bersejarah di Banyuwangi diperkirakan mencapai seratus lebih. Bentuknya berupa peninggalan sejak jaman prasejarah hingga jaman kolonial, seperti Belanda, Inggris dan Jepang. Rata-rata kondisi bangunan tersebut mulai memprihatinkan. Seperti keberadaan Kampung Inggrisan (bangunan peninggalan kolonial Inggris) yang kondisinya kurang begitu terawat.

Melihat kondisi di lapangan dimana banyak situs yang kurang mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait sudah selayaknya pemerintah lebih serius menangani warisan sejarah maupun budaya bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
Naaah! sekalian untuk menu appetizer wisatamu, perjalanan tulisan ini diawali dari beberapa peninggalan sejarah Banyuwangi itu, antara lain:


Makam para Bupati Banyuwangi

Tepat sebelah barat masjid Baiturrahman adalah makam-makam bupati Banyuwangi antara lain: Wiroguno II (1782-1818), Suronegoro (1818-1832), Wiryodono Adiningrat (1832-1867), Pringgokusumo (1867-1881), Astro Kusumo (1881-1889), sedangkan Bupati pertama Banyuwangi Mas Alit (1773-1781) gugur dan dimakamkan di Sedayu, Gresik. Hanya bajunya saja yang dikebumikan di taman pemakaman tersebut. Makam ini sering dipakai masyarakat untuk nyekar menjelang Ramadhan.


Penampakan berbaju kuning oranye pada foto disamping bukan makhluk halus melainkan sang mbaurekso alias juru kunci. Walau sudah tua, napasnya bebas asam urat, raut mukanya anti rematik. Namanya mbah Syukur *dari yakinku teguh, hati ikhlasku penuh…*. Dia meneruskan tradisi turun temurun keluarganya yaitu menjadi juru kunci makam para Bupati Banyuwangi. Howcome? Apakah dia punya indra keenam? Wallahu a’lam. Yang jelas kalau kamu tanya apakah dia pernah lihat penampakan di makam ini, maka dia akan menjawab, “sering, Bos!”. Terutama penampakan di makam Kanjeng Raden Tumenggung Pringgokusumo setinggi kurang lebih 2 meter. Pringgokusumo biasanya memberikan wejangan-wejangan hidup yang dititipkan kepada mbah Syukur. Nah, kalau kamu sudah punya indera keenam, kelak bisa nonton penampakan. Syukur-syukur ikutan ngopi bareng. :)

Saat tampak, beliau seringkali mengenakan pakaian ala Mataraman lengkap dengan atribut blangkon dan jubahnya. Tak ketinggalan kuda putihnya (BUSYET!!!). Kemana dia berkendara, Bos? Yah, kadang mudik ke Jogja, kadang refreshing ke Solo. Seringkali Pringgokusumo beserta raden-raden lain dari tlatah Mataraman kumpul rapat untuk silaturrahmi (baca: lesehan) di pendopo kabupaten Banyuwangi sekaligus membahas perkembangan masing-masing daerah dan korwil. Semacam rakernas gitu kali ya.

Pada 2010 menjelang pemilihan kepala daerah Banyuwangi, Emilia Contessa, salah satu calon Bupati menyambangi makam ini. Selain “nuwun sewu”, ibu kandung Denada ini ternyata masih keturunan dengan sang Pringgokusumo *ouch! sungkem critanya*. Juga beberapa bupati lain seperti Kang Anas, Purnomo Sidik, Samsul Hadi, Bu Ratna, dan sebagainya juga pernah menjamah makam ini. Denger-denger sih, kalau tidak menyambangi makam ini, kekuasaan akan runtuh karena pendiri pendopo adalah salah satu dari almarhum itu (so cool!).

Dari sekian makam tersebut, yang paling sering dikunjungi adalah makam Pringgokusumo karena beliau paling disegani diantara yang lain terutama oleh warga Bali, Madura, dan Jawa Mataraman. Untuk masuk ke makam ini, kamu bisa melewati gang kecil tepat di sebelah utara masjid Jami’ Agung Baiturrohman barat alun-alun/taman SriTanjung. Bisa juga lewat Jl. Losari, jembatan sebelah barat masjid, setelah pertigaan. HTM: Free, isi buku tamu: wajib, biaya pemeliharaan: sunnah.

Masjid Jami’ Baiturrohman
Adalah tanah wakaf dari masa Wiroguno I yang direhap pertama kali pada masa Raden Tumenggung Pringgokusumo. Dulu terdapat kaligrafi bertuliskan Allah Muhammad yang ditulis oleh Mas Muhammad Saleh dengan pengikutnya Mas Saelan. Mulai tahun 2006 sampai 2010 masjid ini dalam tahap renovasi dan menjadi salah satu aikon Banyuwangi pasca rampung (mungkin sekarang dah kelar). Tepat di sebelah barat pengimaman masjid inilah terdapat makam para Bupati Banyuwangi.

Sumur Sri Tanjung
Ditemukan pada masa Raden Tumenggung Notodiningrat (1912-1920). Terletak di timur Pendopo Kabupaten. Sri tanjung dan Sidopekso merupakan legenda turun-temurun yang merupakan kisah asmara dan kesetiaan yang merupakan cikal bakal Banyuwangi. Konon jika sewaktu-waktu air sumur berubah bau menjadi wangi maka itu akan menjadi suatu pertanda baik/buruk yang akan menimpa suatu daerah ataupun bangsa ini. Sepertinya Banyuwangi tidak perlu repot-repot pasang alat pendeteksi tsunami??#$%!!!


Sangat mudah untuk mencapai sumur Sri Tanjung karena lokasinya berdekatan dengan masjid agung, makam Bupati, dan taman Sri Tanjung, tepatnya di gang sebelah timur pendopo. Satu hal yang unik dari sumur ini adalah bentuknya persegi panjang dengan panjang sekitar 1,4 meter dan lebar 0,8 meter, serta dalam tak lebih dari 7 meter. Lebar tersebut sama dengan lebar gang yang kamu lewati untuk mencapai sumur Sri Tanjung karena sumur ini jadi satu dan dijaga oleh pemilik rumah sumur tersebut (nama penjaga: off the record).




Museum Blambangan & Art Shop

Museum Blambangan didirikan oleh Bupati Banyuwangi Djoko Supaat Selamet yang menjabat pada periode 1966-1978 di kompleks pendopo Kabupaten Banyuwangi. Pada 2004 museum direlokasi ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. Di museum ini juga terdapat art shop. Koleksi yang dimiliki antara lain: Berbagai macam kain batik oling, contoh rumah adat Using, kain-kain dari masa lampau, replika seni musik angklung Banyuwangi, bermacam kitab kuno, aneka senjata perang, alat-alat musik peninggalan Belanda, replika Barong dan penari Gandrung, serta berbagai hasil kerajinan khas Banyuwangi. I’ve been there…

Museum Blambangan bersebelahan dengan DKB (Dewan Kesenian Blambangan) dan Paguyuban Jebeng Thulik (semacam putri dan putra wisata daerah) di Jl. Ahmad Yani. Kalau kamu beruntung, kamu akan menemukan beberapa penampakan dalam jepretan kameramu. Tapi sayang, no picture please... Harus pandai nyolong yak. Ehe…Tapi anu, biasanya sih penjaga tidak membolehi pengunjung ambil gambar tanpa ijin. Kadang minta ijin pun belum tentu dibolehi. Justeru kalau kamu ndak dibolehi, jangan lewatkan kesempatan mengabadikan momen penampakan. Nakal dikit boleh kok!

Tugu TNI 0032
Taman Makam pahlawan yang terletak di bibir pantai Boom merupakan sejarah pertempuran tentara laut NKRI yang dipimpin oleh Letnan Laut Sulaiman melawan AL, AD, dan AU Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Tugu tersebut disahkan oleh Presiden RI pertama, Bung Karno. Sebagai simbol TNI AL, pada ujung tugu ini terdapat jangkar. Selain itu, di taman ini juga terdapat beberapa replika kapal laut. Lebih kecil daripada monumen kapal selam di Surabaya.

Benteng Ultrech (Kodim)
Berada di batas selatan markas Kodim, dulu terdapat rumah nuansa Portugis yang dijadikan sebagai tempat pengintaian Belanda terhadap gerak-gerik orang Blambangan di pendopo pada masa pemerintahan Mas Alit.



Inggrisan

Dibangun oleh Belanda sekitar 1766-1811, yang luasnya sekitar satu hektar, merupakan markas yang dulunya bernama Singodilaga, kemudian diganti dengan nama Loji (Inggris: Lodge = penginapan/pintu penjagaan) yang disekitarnya dibangun lorong-lorong terhubung dengan Kali Lo (Selatan), dan Boom (Timur) akhirnya diserahkan kepada Inggris setelah Belanda kalah perang (Margono. 2007), sementara di daerah selatan berupa perkantoran yang disebut Bire (Sekarang Telkom) dan kantor pos. Di daerah tersebut pernah terjadi peristiwa yang hampir mirip dengan peristiwa di hotel Yamato, Surabaya, yaitu orang-orang Blambangan dengan berani merobek bendera belanda yang berwarna merah putih biru menjadi merah putih saja (WAW!!!).

Depan Inggrisan terdapat Tegal Loji, perkampungan Belanda terletak di sebelah selatannya, sementara disisi timurnya adalah Benteng Ultrech dan tempat penimbunan kayu gelondongan (sekarang Gedung Wanita) sebelah utara dulu sebagai kantor regent dan garasi kuda mayat (sekarang Bank Jatim). Perumahan Kodim sekarang, dulu merupakan markas polisi Jepang/kompetoi lalu pada jaman Belanda dijadikan perumahan svout.

Kampoeng Arab
(no pictures available for Kampoeng Arab)

Kalau di Surabaya ada kawasan wisata religi Sunan Ampel dengan mayoritas penduduk keturunan Arab, di Banyuwangi terdapat Lateng, sebuah kelurahan yang terkenal dengan julukan Kampoeng Arab. Hampir sama dengan kawasan wisata Ampel, mayoritas penduduk di Lateng dulunya adalah pedagang dari Arab dan Yaman. Disini terdapat salah satu Waliyullah keturunan Arab Saudi yang banyak di kunjungi peziarah dari dalam dan luar Banyuwangi, yaitu makam Datuk Malik Ibrahim*masih saudarakah dengan Sunan Ampel?*.
Ketika aku mengikuti sebuah napak tilas bersama temen-temen dari Untag Banyuwangi, makam ini masuk salah satu agenda kunjungan selain makam Buyut Atika (ibunda sunan Giri) di kecamatan Giri dan pondok pesantren tua (lengkap dengan bangunan lawas) Darun Najah.

Tak jauh dari Kampung Arab terdapat Kampung Mandar yang dihuni oleh para kaum pendatang. Mereka kebanyakan Madura, Bugis, dan suku asli Using. Jadilah kampung ini paling rumit, apalagi kalau sedang muncul konflik wong meduro dengan lare using. Yang satu bahasa meduroan, dibalas dengan usingan, dilerai oleh wong jowo alus, disaksikan oleh orang Bugis, sedang yang di Bali sudah nggak mau tau. Lah, orang Arab malah sibuk merapikan jenggot…


Konco Hoo Tong Bio

Terletak di Pecinan kecamatan kota Banyuwangi. Pada waktu terjadi pembantaian orang-orang Cina oleh VOC di Batavia, seorang yang bernama Tan Hu Cin Jin dari dratan Cina menaiki perahu bertiang satu. Perahu tersebut kandas di sekitar pakem dan Tan Hu Cin Jin memutuskan menetap di wilayah Banyuwangi. Untuk mengenang peristiwa tersebut, didirikanlah klenteng Hoo Tong Bio. Setiap tanggal 1 bulan Ciu Gwee (kalender cina), pada tengah malam sebelum tahun baru diadakan sembahyang bersama. Dalam acara tahun baru Imlek kesenian barong Said an Kong-kong ditampilkan, kemudian Cap Go Mee dirayakan pada hari ke 15 sesudah tahun baru Imlek, dengan mengarak patung yang Maha Kong Co Tan Hu Cin Jin keliling disekitar kampung pecinan. Hal ini dimaksudkan untuk menolak bala’ dan mengharap berkah kepada Tuhan *xie-xie*. Acara ini dimeriahkan dengan tarian barongsai dan berbagai kesenian daerah lainnya. Makanan khas yang disajikan adalah lontong Cap Go Mee.
(dari berbagai sumber, Foto: dokumentasi pribadi)


Monday, February 21, 2011

Menuju Banyuwangi (Hometown)

Saya tak rela KTP saya berdomisili Banyuwangi. Tidak pede rasanya, entah kenapa risih saja mendengar nama ini. Banyuwangi apa sih? nggak ada apa-apanya. Jauh, terpencil, orangnya ndeso tapi aneh, dikit dikit dukun, dikit dikit mantra, paling-paling bisanya cuma nyantet! (hus, kasar!). 

Jangan salah ya, orang Jawa kalau ke Bali pasti lewat Banyuwangi dulu. kalau nggak ada Banyuwangi ngga bisa nyebrang. Jadi Orang Jawa harus berterimakasih sama Banyuwangi. Bali juga begitu, kalau nggak ada Banyuwangi juga nggak ada apa-apanya. Bali terkenal sampai ke mancanegara karena Banyuwangi. Beruntung Bali deket Banyuwangi (tuh, kan orang Banyuwangi aneh, suka bikin alasan gak rasional).

Yang mau ke Banyuwangi, tak perlu bingung mencapai kota santet ini. Cukup tanyakan dukun di sekitar anda pasti mereka akan tahu letak kota misterius ini. Bentuknya dalam peta terlihat aneh. Mengekor di selatan timur Jawa. Seharusnya menjadi propinsi Jawa Selatan atau Jawa Tenggara tempat bersemayam roro kidul dan menteri-menterinya. Ia sempat hampir menjadi Atlantis kedua yang nyaris tenggelam di samudera hindia oleh hantaman tsunami kala itu.

Banyuwangi, sebuah negeri lintas waktu. Semua orang bingung, meninggalkan Banyuwangi seakan melewati lorong waktu. Kecepatan waktu berbanding lurus dengan waktu tempuh hingga 3x lipat ini mengakibatkan beberapa orang mengalami super jetlag! Perjalanan Banyuwangi-Bali yang dirasakan hanya berlangsung 30 menit telah menembus lorong waktu menjadi 90 menit. Fakta ini sepertinya membantah teori relativitas waktu dimana perjalanan lambat ini menghasilkan gerakan waktu yang cepat. *kakehan nguntal baygon iki koyoke

Untuk yang ingin ke Bali dari Banyuwangi melewati lorong waktu, mesin-mesin waktu standby dan bersandar pulang pergi pagi sore. Jika ingin ke Banyuwangi saja, bisa gunakan jalur darat, laut, dan udara. Jalur darat dapat ditempuh dengan bis/kereta. Semua bis dari arah barat menuju Bali pasti melewati Banyuwangi baik jalur utara (lewat Situbondo) masuk kecamatan Wongsorejo di Banyuwangi utara, atau jalur selatan (lewat Jember) masuk kecamatan Kalibaru di Banyuwangi barat. Banyuwangi memiliki beberapa terminal bis antara lain di Jajag, di Genteng yang terlihat mangkrak itu, serta Karangente/Brawijaya dan Sri Tanjung dua-duanya di Banyuwangi kota. Bis selalu istirahat di setiap kecamatan dari Banyuwangi utara sampai Banyuwangi barat, Bis tersedia 24 jam terutama jalur Surabaya-Jember-Bali.

Banyuwangi merupakan wilayah terluas di Jawa Timur sehingga memiliki stasiun kereta api cukup banyak. Mulai dari stasiun Kalibaru, Glenmore, Sumberwadung, Krikilan, Kalisetail, Temuguruh, Rogojampi, Karangasem, dan terakhir Banyuwangibaru yang terletak di sebelah barat pelabuhan Ketapang. Kereta api ekonomi melayani rute dalam kota Banyuwangi dan luar kota seperti Jember (Probowangi, Sritanjung, Pndanwangi), Jogja lewat Surabaya dan Madiun (Sritanjung), Malang lewat Bangil (Tawangalun) serta kelas bisnis dan eksekutif melayani rute Surabaya lewat Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, dan Sidoarjo (Mutiara Timur Pagi dan Malam). Jadwal dan tarif dapat berubah sewaktu-waktu. 
Sedangkan jalur udara dioperasikan oleh Garuda dan Lion Air (dulu Sky Aviation dan Merpati)

Nomor telepon penting:
Kantor
Kontak
Kantor
Kontak
Ambulan
118
POLRES Banyuwangi
0333 424110/410110
Badan kepegawaian dan diklat
0333 426211/fax 426211
POLSEK Bangorejo
0333 710510
Bakesbangpolinmas
0333 425119/fax 0333 425119
POLSEK Cluring
0333  396310
Bappeda
0333 413230/fax 0333 413230
POLSEK Gambiran
0333 396210
BPM dan pemerintahan desa
0333 424445/fax 0333 424445
POLSEK Genteng
0333 396110
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
0333 424172
POLSEK Giri
0333 421376
Dinas Kelautan dan perikanan
0333 421418/fax 0333 421418
POLSEK Glagah
0333 424376
Dinas kesehatan
0333 424794/fax 0333 413173
POLSEK Glenmore
0333 845110
Dinas Pekerjaan umum
0333 421695/fax 0333 401445
POLSEK Kabat
0333 710001
Dinas Pendapatan dan pengelolaan keuangan daerah
0333 414062/fax 0333 414061
POLSEK Kalibaru
0333 821110
Dinas pendidikan, pemuda dan olaharaga
0333 424680/fax 0333 429080
POLSEK Kalipuro
0333 424210
Dinas pendudukan dan catatan sipil
0333 424234/fax 0333 410878
POLSEK Muncar
0333 897110
Dinas perhubungan komunikasi dan informatika
0333 411616/fax 0333 411616
POLSEK Purwoharjo
0333 396410
Dinas perindusrian, perdagangan, dan koperasi
0333 421320/fax 0333 421320
POLSEK Rogojampi
0333 631110
Dinas pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan 
0333 421665/fax 0333 421665
POLSEK Siliragung
0333 593110
Dinas Sosial, tenaga kerja, dan transmigrasi
0333 424506/fax 0333 424506
POLSEK Singojuruh
0333 631110
Kantor ketahanan pangan
0333 421797/fax 0333 421091
POLSEK Songgon
0333 632210
Kantor lingkungan hidup
0333 428833/fax 0333 428933
POLSEK Srono
0333 417780
Kantor pelayanan perijinan
0333 412343/fax 0333 421343
POLSEK Tegaldlimo
0333 592010
Kantor pemberdayaan perempuan dan KB
0333 415220/fax 0333 415220
POLSEK Wongsorejo
0333 631210
Kantor perpustakaan, arsip, dan dokumentasi
0333 421197/fax 0333 421197


Kantor satpol PP
0333 424113/fax0333 424113


PDAM
0333 421525
Stasiun KA Banyuwangi Baru (Ketapang)
0333 510396
Pelabuhan Ketapang
0333 424308
Stasiun KA Kalibaru
0331 897322
Pemadam Kebakaran
113
Stasiun KA Karang Asem
0333 424306
PLN
0333 424207
Stasiun KA Temuguruh
0333 631416
PMI
0333 424240
Terminal Bis Brawijaya
0333 424438
Rsud blambangan
0333 421118/fax 0333 421072
Terminal Bus Sritanjung
0333 510635
Rsud genteng
0333 845830/fax 0333 846917